Home » » Meupadee

Meupadee

Written By Unknown on Selasa, 28 Januari 2014 | 05.41

Dalam bersawah (meupadé), juga terdapat sejumlah ketentuan demi keberlangsungan kenyaman dan keamanan bercocok tanam. Hal ini seperti hanjeut teumeubang watèe padé mirah. Maksudnya adalah tidak boleh memotong kayu saat padi hendak dipanen. Kalau ini dilanggar, dipercaya akan mendatangkan hama wereng (geusong). Demi menghindari sawah sekitar ikut imbas hama wereng, bagi si pelanggar ketentuan itu dikenakan denda oleh keujruen blang.
 
Ada pula larangan ceumeucah lam ujeuen tunjai, yaitu menebang semak belukar (bukan pohon). Juga hanjeut ceumeucah watèe rôh padé (padi akan berisi). Jika hal ini dilanggar dipercaya akan mendatangkan hama belalang (daruet) yang berakibat gagal panen. Masih saat rôh padé, juga dilarang membawa daun nipah secara terbuka—diketahui bahwa orang-orang tua di Aceh suka rokok linting dari daun nipah—atau akan terkena penyakit putéh padé sehingga padi di sawah tidak berisi.

Tata cara turun ke sawah dalam masyarakat adat Aceh sebaiknya disesuaikan dengan hadih maja keunong siblah tabue jareueng/ keunong sikureueng tabu beurata/ keunong tujôh padé lam umong/ keunong limong padé ka dara/ keunong tiga padé ka rhôh, keunong satoh padé ka tuha ‘kena sebelas tabur yang jarang/ kena sembilan tabur yang rata/ kena tujuh padi dalam sawah/ kena lima padi sudah gadis/ kena tiga padi sudah berisi/ kena satu padi sudah tua’.

Cara bertanam atau turun ke sawah berdasrkan konsep keuneunong 
 ini sudah lama berlangsung di Aceh. Penghitungan keuneunong digunakan dengan cara menggunakan angka 25 sebagai angka utama, lalu dikurangi dengan angka bulan Masehi dan dikali dua. Misalnya, bulan ini (Oktober) keuneunong yang cocok adalah 5, yaitu berdasarkan 25 – (10 x 2) sama dengan 25 – 20 dan hasilnya adalah 5 (lima).

Setelah melihat keuneunong yang juga dicocokkan dengan peredaran bintang, dilakukan musyawarah gampông “kapan” turun ke sawah. Duek pakat (musyawarah) ini biasanya dilakukan oleh gampông, mukim, keujruen blang, demi mencocokkan dengan penghitungan yang sudah dilakukan oleh keujruen chik. Setelah kesepakatan dicapai, diumumkanlah kepada warga saat yang tepat turun ke sawah. Demikian arifnya adat meublang di gampông-gampông dalam wilayah Aceh secara umum. Terkait hasil panen pun memiliki aturan-aturan tersendiri. Jikapun terjadi sengketa, selalu diselesaikan secara adat dengan musyawarah-musyawarah gampông. Maka, keamanan dan ketenteraman dengan gampông tak lagi diragukan. Lantas, mitos atau kearifankah adat meublang di Aceh?
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

gif maker
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. VISI.com - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger